Dieng, Negeri Di Atas Awan

       Selamat malam masyarakat indonesia, gimana liburan kalian? Menyenangkan pastinya. Kebetulan pada postingan kali ini, saya akan membahas salah satu kawasan wisata di Kabupaten Wonosobo nih, silahkan disimak.


        Dataran Tinggi Dieng dengan nama gaulnya Dieng Planteau adalah kawasan vulkanik yang berada di dua wilayah yaitu Wonosobo dan Banjarnegara. Dataran Tinggi Dieng juga dikenal sebagai negeri di atas awan. Kawasan ini berada di ketinggian 2000 m di atas permukaan laut. Meski lokasinya sangat tinggi, namun banyak perkampungan hingga resort mewah dibangun di sana. Inilah tempat yang tepat buat kalian yang penasaran merasakan tinggal di daerah yang dingin.


Suhu di Dieng rata-rata berada di bawah 20 derajat celcius setiap harinya. Salah satu desa yang wajib kalian kunjungi adalah Desa Sembungan, desa ini berada di ketinggian 2200 m di atas permukaan laut dan menjadi desa tertinggi di Pulau Jawa. Jangan lupa membawa pakaian yang tebal dan hangat jika ingin berlibur ke Dieng.

       Di kawasan Dieng ada beberapa tempat istimewa untuk menyaksikan keindahan alam yang dimiliki negeri kita, Salah satunya adalah Gunung Prau. Gunung Prau merupakan tempat yang sudah tidak asing lagi bagi para wisatawan yang hobi kemping. Pasalnya gunung ini memiliki rute pendakian yang pendek namun treknya tetap menantang, tempat ini cocok untuk para pendaki pemula.

golden sunrise di gunung prau
Untuk sampai ke puncaknya, kalian hanya memerlukan waktu 3 jam dengan mengambil rute Desa Patak Banteng, Dieng. Sepanjang rute perjalanan, kalian akan disuguhkan dengan panorma alam yang sangat indah. Sesampainya di puncak masih ada satu pesona alam yang akan membuat mata kalian terpana, matahari terbit berwarna keemasan akan menyambut para wisatawan yang sudah datang lebih awal sebelum matahari terbit.

       Satu lagi tempat yang istimewa untuk menyaksikan golden sunrise di Dieng, yaiu Puncak Sikunir. Ini adalah kawasan perbukitan yang terletak di Desa Sembungan. Kita sudah mengenal desa ini merupakan desa tertinggi di Pulau Jawa, sedangkan bukit di desa ini semakin melengkapi sensasi seperti berada di atas awan sungguhan.
golden sunrise di bukit sikunir
Dieng Planteau dikenal sebagai Negeri Di Atas Awan, julukan tersebut diberikan bukan tanpa alasan. Coba kalian datang ke Puncak Bukit Sikunir sebelum fajar menyingsing, kawasan lembah bukit ini akan tertutup kabut putih yang membuat kalian akan merasakan berada di atas awan. Belum lagi matahari yang terbit dengan super indah, hingga dijuluki sebagai matahari terbit emas atau golden sunrise karena sinarnya yang memancarkan cahaya keemasan.
sensasi di atas awan
       Kalian tidak perlu jauh-jauh ke Nusa Tenggara Timur untuk melihat danau yang bisa berubah warna. Kalian cukup datang ke Dieng dan mengunjungi Telaga Warna. Telaga ini memang ajaib, karena airnya bisa berubah warna bahkan terkadang warna danau ini memiliki gradasi tersendiri yang membuat banyak wisatawan terkagum-kagum.
telaga warna dan telaga pengilon
Telaga warna ini berada berdampingan dengan telaga lainnya yaitu Telaga Pengilon. Kedua telaga tersebut hanya terpisah oleh sejengkal rumput dan pepohonan. Bedanya, telaga pengilon memiliki air sebening kaca. Sehingga wisatawan yang berada di dekatnya bisa melihat bayangan dirinya dengan sangat jelas di permukaan airnya. Telaga warna dan Telaga Pengilon bisa dilihat dengan jelas dari atas bukit yang bernama Batu Pandang Ratapan Angin. Bukit ini berada  tidak terlalu jauh dari 2 telaga luar biasa tadi.


Batu pandang tersebut juga tidak kalah menarik dari tempat-tempat lainnya, karena kalian bisa melihat dengan jelas Telaga warna dan Telaga pengilon dari atas bukit Batu pandang tersebut.
pemandangan dari bukit batu pandang
       Telaga warna boleh menjadi yang paling terkenal di Dieng secara umum, Tapi jika membahas tentang telaga terluas di wonosobo, maka ada nama lain yang mengisinya, yaitu Telaga Menjer. Telaga ini cukup mudah ditemukan karena letaknya tidak jauh dari gerbang masuk Dieng Planteau.
telaga menjer
Telaga menjer berada di Desa Maron, Kecamatan Garung, Wonosobo. Jaraknya hanya 12 km dari pusat kota, sehingga tidak membutuhkan waktu yang lama untuk menuju ke tempat ini. Danau terluas di Wonosobo ini selain digunakan sebagai salah satu destinasi wisata juga memilliki fungsi lain sebagai pembangkit listrik. Letaknya yang dikelilingi pegunungan membuat pemandangan di sekitar telaga terlihat cantik untuk difoto.

       Dieng merupakan kawasan vulkanik dan ini terbukti dengan banyak ditemukannya kawah aktif di sekitar wilayahnya. Salah satu kawah yang paling terkenal dan banyak dikunjunngi adalah kawah Sikidang. Kawah ini terletak di Dieng zona satu dan memiliki pesona berupa munculnya gas secara pindah-pindah seperti kijang yang melompat-lompat.
kawah sikidang
Kawah Sikidang dikenal juga dengan area spa lumpur kawah yang menjadi favorit  wisatawan. Konon lumpur kawah ini dipercaya dapaat menyehatkan badan dan menyembuhkan berbagai penyakit. Selain Sikidang, masih banyak kawah lain yang bisa kalian temukan di Dieng seperti Kawah Sileri, Kawah Sibanteng, Kawah Candradimuka, dan lain sebagainya. Banyaknya kawah di Dieng menjadi bukti jika kawasan tersebut memang merupakan gunung api raksasa yang masih aktif.

       Dieng juga memiliki kompleks candi yang merupakan candi Hindu tertua di Pulau Jawa. Candi – candi tersebut diperkirakan mulai dibangun pada awal abad ke-9. Keberadaan candi ini semakin melengkapi keindahan keindahan wisata Dieng yang tidak sekedar menawarkan keindahan alamnya saja, tetapi juga dengan nilai sejarah.



Kompleks Candi Dieng dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu Kelompok Candi Arjuna, Gatot Kaca, dan Dwarawati. Nama nama candi di masing masing kompleks ini pun diberi nama yang unik sesuai nama tokoh pewayangan dari Pandawa Lima, hingga tokoh Punokawan seperti Semar, Gareng, Petruk, dan lain sebagainya.

       Liburan di pegunungan nampaknya kurang lengkap jika tidak mengeksplor kebun teh. Kebetulan di kawasan Dieng terdapat kebun teh bernama Tambi. Kebun teh ini berjarak sekitar 18 km dari pusat kota Wonosobo, tepatnya terletak di Desa Tambi, kecamatan Kejajar, Wonosobo.


Kebun teh seluas 800 hektar di kaki gunung Sindoro ini selain menyuguhkan suasana pegunungan yang dingin juga menawarkan aktivitas tea walking. Dengan didampingi pemandu wisata, kalian bisa berjalan-jalan berkeliling perkebunan teh dan menyaksikan proses pemetikan daun teh hingga pengolahannya secara langsung.
kebun teh tambi
       Beberapa destinasi yang ada di Kawasan dieng berbatasan langsung dengan kabupaten Banjarnegara, sehingga selain Wonosobo kemungkinan besar wisatawan juga akan menemukan tempat yang sama dipromosikan pada wisata Banjarnegara.

     Itulah beberapa tempat wisata yang ada di Kawasan Dieng, gimana? tambah pngin liburan ke Dieng kan.? Haha. Semoga liburan kalian menyenangkan ya.
Masih ada tempat keren yang luput dari daftar “indahnya negeri ini”? Kalian bisa melengkapinya dengan mengisi kolom komentar yang telah saya sediakan.
Semoga bermanfaat. Jangan lupa share ya.

Related Posts:

Musim Tanam Padi



Pada musim penghujan seperti saat ini, di Dusun Rejosari sedang musim tanam  padi. Masyarakat yang memiliki sawah sibuk untuk mengurusi sawahnya masing-masing, sawah yang akan ditanami padi dibajak terlebih dahulu menggunakan alat bajak tradisional (biasanya masyarakat rejosari menyebutnya Brujul). walaupun sekarang sudah ada alat yang lebih canggih (Traktor), tetapi kebanyakan masyarakat dusun rejosari lebih memilih menggunakan alat bajak tradisional. Alat tradisional ini menggunakan dua ekor sapi sebagai mesin utama, dan ada satu orang yang bertugas mengedalikannya.


Setelah sawah selesai dibajak,sawah dicangkul untuk meratakan tanah yang masih menggunduk. setelah itu, padi siap ditanam. Penanaman padi dilakukan oleh banyak orang, orang-orang tersebut akan mendapat bagian padi dari pemilik sawah ketika padi dipanen.


Pada saat-saat seperti inilah, kebersamaan dan gotong royong masyarakat rejosari terlihat jelas. mereka saling bekerja sama, ada yang mencabut bibit padi, mengantarkan bibit padi ke tempat penanaman, dan ada juga yang menanam bibit tersebut. Walaupun terkadang hujan turun, mereka tidak berhenti bekerja dan tidak membuat semangat mereka menurun. Tidak jarang, mereka saling bercerita dan mengeluarkan kata-kata yang bisa membuat orang tertawa, sehingga seluruh orang  yang ada di tempat tersebut tertawa. itulah yang menyebabkan kebersamaan masyarakat Rejosari tidak ada duanya dan patut dicontoh.

Sebenarnya, penanaman padi ini tidak hanya dilakukan pada musim penghujan, pada musim kemarau, beberapa petani juga tetap menanami sawah mereka dengan padi. Tetapi, metode yang digunakan berbeda dengan metode pada musim hujan (sawah di Rejosari merupakan tadah hujan, sehingga akan kering ketika musim kemarau). Metode yang digunakan untuk menanam padi pada musim kemarau tersebut biasa disebut “muwur”, yaitu menanam padi dengan cara melubangi tanah menggunakan panja (sebatang kayu yang dibuat lancip pada satu ujungnya), kemudian butir demi butir bibit padi dimasukkan ke dalam lubang-lubang yang telah dibuat.

Hanya sedikit petani yang menanami sawah mereka dengan padi di musim kemarau, kebanyakan para petani lebih memilih untuk menanam palawija, seperti jagung, kacang panjang, dan sebagainya.

Related Posts:

Pembangunan Akses Jalan Kumejing (Rejosari) - Kaligowong

       Warga Dusun Rejosari, Kumejing, merasa senang dengan adanya pembangunan jalan di dusun mereka, yaitu akses jalan menuju Desa Kaligowong. Warga sudah menunggu sejak lama pembangunan jalan tersebut.


       Tetapi, warga rejosari tidak sepenuhnya merasa senang, karena pembangunan  jalan ini hanya dilakukan sepanjang sekitar 300 meter ke arah Desa Kaligowong, tepatnya sampai di jembatan. Selepas itu, kondisi jalan masih buruk, bahkan sekarang semakin bertambah buruk.
kondisi jalan yang tidak terkena proyek pembangunan
       Hujan yang terus menerus mengguyur dan juga jalan yang setiap hari dilewati kendaraan berat (truk pembawa material pembangunan jalan), menyebabkan kondisi jalan semakin sulit untuk dilewati, jangankan mobil, motor pun harus jatuh bangun untuk melewatinya.

       Sebenarnya, jalan ini pernah diaspal beberapa tahun yang lalu, tetapi entah kenapa, aspal pun hancur sedikit demi sedikit, dan sekarang sudah tidak meninggalkan bekas.

       Pembangunan jalan ini tidak menggunakan aspal, tetapi menggunakan cor. Pengerjaan dilakukan oleh warga sekitar dan juga beberapa kontraktor dari luar daerah. pembangunan sudah dilaksanakan sejak 20 november 2016, dan diperkirakan akan selesai  pada 13 desember 2016.

       Untuk saat ini, akses jalan Dusun Rejosari – Desa Kaligowong ini ditutup sampai pengerjaan jalan selesai. Warga yang akan bepergian ke Kaligowong harus berjalan kaki.

       Warga Rejosari berharap agar pemerintah lebih awas dalam mengontrol prasarana umum di desa-desa, mengingat desa merupakan penyumbang hasil bumi terbesar di negara ini. Untuk kedepannya, diharapkan pembangunan jalan bisa dilakukan secara menyeluruh, agar desa bisa lebih terjangkau dalam proses penyebaran informasi publik.

Warga juga berterimakasih kepada pemerintah, karena apa yang mereka inginkan selama ini sudah terjawab, meskipun belum sepenuhnya terpenuhi.

Related Posts:

Revolusi Desa Kumejing Menjadi Desa Wisata Unggulan



       Desa Kumejing  terus berbenah untuk menjadi desa wisata unggulan di Kabupaten Wonosobo. Desa kaya tanaman kelapa ini, kini juga mulai bersolek untuk menarik sebanyak mungkin wisatawan. Kumejing memiliki masa depan cerah sebagai kawasan desa wisata. (semoga bisa mengalahkan pesona yang dimiliki Dieng dan objek wisata lain di Wonosobo yang lebih dulu terkenal. Amin)
kesenian kuda kepang
        Kumejing telah masuk dalam salah satu klaster desa wisata di Wonosobo. Desa di ujung barat Wonosobo ini memiliki panorama alam perairan Waduk Wadaslintang yang luar biasa, Kumejing juga memiliki pesona matahari terbit (sunrise) dari tengah waduk tersebut. Saat ini, kumejing semakin bertambah menarik, karena warga sudah mulai bergerak lebih aktif dan kreatif. Tidak hanya mengandalkan waduk, warga setempat semakin sadar akan pentingnya menampilkan kebudayaan khas mereka untuk para pelancong yang datang berkunjung. Kumejing memiliki kesenian khas, yaitu Kuda kepang, yang kini sering ditampilkan untuk menyambut kedatangan pengunjung.



Keindahan alam dan atraksi budaya tersebut masih ditambah dengan kekhasan kuliner. Ada nasi bucu, yaitu nasi khas Kumejing yang memiliki rasa gurih dan lezat, biasanya dibuat khusus untuk menyambut tamu.
nasi bucu
        Keramahan warga dan panorama waduk ini, bisa dikembangkan lebih baik lagi. Sehingga, kelak wisatawan akan merasakan kenyamanan ketika berkunjung. Hanya saja, keterlibatan pemerintah daerah sangat diperlukan, terutama dalam mengupayakan perbaikan akses jalan menuju Desa Kumejing, agar wisatawan lebih mudah mencapainya. Dengan sarana jalan yang lebih memadai, wisatawan yang berkunjung akan lebih nyaman ketika menyusuri desa, bahkan kemungkinan bisa menginap dan merasakan suasana Kumejing di malam hari.

demikian yang dapat saya sampaikan, SEMOGA BERMANFAAT.
saya berharap para pengunjung bisa memberikan kritik dan saran demi kemajuan blog ini.
terimakasih.

Related Posts:

Waduk WADASLINTANG



       Waduk Wadaslintang adalah waduk yang terletak di dua kabupaten, yaitu Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Kebumen. Daerah genangan air Waduk Wadaslintang terletak di Kabupaten Wonosobo, sedangkan kantor dan daerah bendung terletak di Kabupaten Kebumen. Waduk ini menggunakan Kali Medono atau Kali Gede atau Kali Bedegolan sebagai sumber air utamanya, dengan beberapa anak sungai kecil lainnnya yang menyuplai air ke Waduk Wadaslintang. Sungai tersebut antara lain Sungai Lancar, Sungai Waturangkang, Sungai Somagede dan Sungai Tritis. Waduk Wadaslintang memiliki luas Daerah Tangkapan Air (DTA) seluas 196 Km. Daerah genangan Waduk Wadaslintang semula merupakan desa-desa (dengan jumlah penduduk 7000 orang) di Kecamatan Wadaslintang dan sebagian desa yang masuk Kabupaten Kebumen. Pada daerah genangan Waduk Wadaslintang juga terdapat jalan-jalan yang masih berupa jalan tanah atau jalan berbatu (onderlagh). Terdapat juga sawah-sawah serta ladang penduduk.
Pada saat sebelum Waduk Wadaslintang berisi genangan air, penduduk di ungsikan terlebih dahulu. Sebagian ada yang mengungsi di daerah yang kering masih di Kecamatan Wadaslintang dan sebagian mengungsi keluar Kecamatan Wadaslintang. Bahkan ada yang keluar pulau, salah satunya ke Propinsi Bengkulu sebagai transmigran.

       Proses pembangunan waduk ini dilakukan dalam masa pemerintahan Presiden Soeharto. Butuh waktu tujuh tahun untuk membagun waduk ini, pembangunan dimulai pada tahun 1982 dan selesai pada tahun 1988. Waduk Wadaslintang dibangun oleh kontraktor Hydro Resource Coorporation Filipina, bekerja sama dengan PT Brantas Abipraya. Mulai dikerjakan tahun 1982, dan diresmikan oleh Presiden Soeharto awal tahun 1988.
Konstruksi beton bendungan tersebut dikagumi banyak pakar dari negara asing, dan diproyeksikan mampu berusia sampai sekitar 200 tahun. Waduk Wadaslintang termasuk cukup dalam. Tinggi bendungan 125 m lebar 10 m dan panjang 650 m, berisi air maksimal 443.000.000 m^3
Waduk ini terkenal sebagai lokasi favorit untuk rekreasi memancing bagi para penggemar olahraga memancing. Biasanya pada akhir pekan dan hari libur, banyak pemancing baik dari dalam maupun luar kota yang mengunjungi waduk ini. Waduk Wadaslintang memiliki keistimewaan selain panorama alam yang indah, di antaranya merupakan bendungan tertinggi di Indonesia pada Tahun 1988 yakni mencapai 125 meter. Selain itu juga dikerjakan dengan sistem pemadatan inti basah.

       Waduk Wadaslintang secara garis besar dimanfaatkan hanya untuk memenuhi kebutuhan irigasi dan sebagai sarana pembangkit listrik tenaga air. Untuk kebutuhan air daerah irigasi meliputi Kabupaten Kebumen dan Kabupaten Purworejo yang dilayani dengan memperhitungkan pengaruh ketersediaan air pada sungai – sungai lain di hilir waduk yang meliputi Kali Luk Ulo, Kali Jaya, Kali Kedungbener, Kali Lesung, Kali Kedunggupit, Kali Meneng, Kali Rebug, Kali Jali dan diperhitungkan pula aliran lateral Daerah Tangkapan Air (DTA) di pintu – pintu pengatur dari Bendung Pejengkolan, Bendung Bedegolan, Bendung Pesucen, Bendung Kuwarasan, Bendung Kaligending, Bendung Kedungsamak, Bendung Merden, Bendung Kedunggupit Wetan dan Kulon, Bendung Kali Meneng,Bendung Pekatingan, Bendung Rebug, Bendung Loning serta Bendung Bandung.

       Waduk Wadaslintang mengairi lahan irigasi dengan pola tanam padi-palawija setiap tahun. Dari sejumlah air yang tertampung di waduk dan ketersediaan air hilir waduk, luas total potensi lahan irigasi wilayah Waduk Wadaslintang adalah ± 33.279 ha. Waduk Wadaslintang juga memiliki beberapa fungsi penting yang menopang kehidupan warga di sekitarnya. Beberapa fungsi utama Waduk Wadaslintang antara lain:
1.   Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA)
2.   Perikanan
3.   Pariwisata
4.   Menampung air

       Masuk ke Waduk Wadaslintang secara umum bisa ditempuh dari arah Kabupaten Kebumen dan dari arah Kabupaten Wonosobo. Dari arah Kebumen, Waduk Wadaslintang bisa ditempuh melalui dua cara.
pintu masuk sebelah barat
       Cara pertama adalah mencapai Waduk Wadaslintang melalui Kewedusan, Kabupaten Kebumen. Dari Kewedusan dengan sepeda motor bisa mencapai  Waduk Wadaslintang dengan waktu tempuh sekitar 25 menit. Jalan dari Kewedusan – Waduk Wadaslintang berliku-liku dan kanan kirinya jurang, Wisatawan Waduk Wadaslintang yang menempuh jalur ini perlu berhati-hati..
Apabila pengunjung Waduk Wadaslintang menginginkan jalur yang lebih landai sebaiknya mengunjungi  Waduk Wadaslintang dari arah Kebumen melalui jalur Prembun – Waduk Wadaslintang. Dengan jalur ini, maka pengunjung Waduk Wadaslintang memerlukan waktu lebih lama. Hal ini terjadi karena rute yang ditempuh adalah Kebumen – Prembun –  Waduk Wadaslintang dimana waktu tempuhnya dari Kebumen sampai Waduk Wadaslintang kira-kira satu jam.
Sedangkan pengunjung Waduk Wadaslintang dari arah Wonosobo bisa melalui Sawangan - Kaliwiro -Wadaslintang – Waduk Wadaslintang. Perjalanan yang ditempuh melewati jalan – jalan yang berkelok – kelok dengan udara sejuk dan pemandangan indah sebagai teman perjalanan. Di jalan – jalan menuju waduk dinaungi banyak pohon – pohon besar sebagai penambah keasrian wilayah ini. Tak jauh dari situ terdapat hutan pinus milik perhutani yang bisa anda kunjungi.


Desa-desa yang tergenang Waduk Wadaslintang mencapai 9 desa, salah satunya adalah Desa KUMEJING.

berikut beberapa foto Waduk Wadaslintang.









Sekian, terima kasih.. SEMOGA BERMANFAAT..

Related Posts:

Desa KUMEJING


Dermaga Desa  Kumejing

       Kumejing adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Wadaslintang, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, Indonesia. Di sebelah utara, Desa Kumejing berbatasan dengan Desa Lancar, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kebumen, sebelah timur berbatasan dengan Waduk Wadaslintang, dan sebelah selatan berbatasan dengan Desa Kaligowong dan Kabupaten Kebumen.

Desa Kumejing terbagi menjadi beberapa dusun. Diantaranya :
  1. Dusun Brondong
  2. Dusun Silulang
  3. Dusun Kedung Bulu
  4. Dusun Bandung Mulya
  5. Dusun Kiringan
  6. Dusun Rejosari

       Secara geografis, Desa Kumejing terletak di paling ujung barat Kecamatan Wadaslintang, berbatasan dengan Kabupaten Kebumen, itulah yang menyebabkan dialek/percakapan warga desa kumejing hampir sama dengan dialek masyarakat Kebumen (Ngapak).
Seiring dengan perkembangan zaman, Desa Kumejing saat ini tampak lebih maju. Buktinya antara lain :
  1. Listrik masuk desa.
  2. Pembangunan jalan antardesa dan antardukuh. (meskipun masih ada yang kondisinya sangat memprihatinkan)
  3. Sarana pendidikan. (sudah memiliki SMP negeri)
  4. Sarana kesehatan. (POSYANDU)
  5. Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) meningkat, ditandai dengan meningkatnya jumlah lulusan S1 dan ada pula yang bergelar Master/S2, serta pemahaman masyarakat terhadap islam semakin baik.
  6. Taraf hidup masyarakat meningkat. Misalnya, dulu mayoritas makanan pokoknya adalah thiwul (leye), sementara saat ini warga yang masih makan thiwul bisa dihitung dengan jari.
  7. Meningkatnya Kualitas sandang, papan, dan alat transportasi. Dibuktikan dengan banyaknya rumah gedung lengkap dengan parabola, mobil, dan motor.

Berikut ini daftar Kepala Desa atau Lurah yang pernah memimpin Kumejing (berdasarkan periode) :
  1. Lurah Khoironi ; konon merupakan lurah yang sangat kharismatik dan alim.
  2. Lurah Sastro ; terkenal dengan kecerdasannya dan pandai berpidato.
  3. Lurah Ratmin ; putera dari Lurah Khoironi yang tentunya mewarisi sifat-sifat ayahnya.
  4. Lurah Cholidin ; terkenal dengan keberaniannya. Tidak jarang dia membela rakyatnya ketika sedang berhadapan dengan masalah hukum.
  5. Lurah Wahyu ; pembawaanya kalem (low profile) dan terkenal dengan sifatnya yang trasparan dalam memimpin desa.
  6. Lurah Suratno ; lurah termuda yang energik dan tidak sungkan-sungkan bergaul dengan warganya di sosmed, seperti facebook.

       Menurut sesepuh desa yang disampaikan oleh Pak Kasbari dan alm. Mbah Makno (warga dusun rejosari) mengatakan, nama Kumejing konon diambil dari sebuah nama pohon yaitu pohon komejing. Namun, saat ini pohon tersebut sudah punah. Sebagian warga meyakini bahwa tonggak pohon tersebut masih ada dan kelihatan ketika air Waduk Wadaslintang surut.
Di zaman penjajahan, Desa Kumejing tidak luput dari imperialis Belanda dan Jepang, walaupun tidak separah desa tetangga, yaitu Desa Kaligowong, dimana di Desa Kaligowong banyak rumah warga yang dibakar. Di Kumejing, waktu itu mayoritas di Dusun Trukareja (sekarang bernama Rejosari), penjajah tidak sampai membakar rumah. Namun penduduk harus mengungsi ke ujung barat bagian selatan desa. Menurut Pak Kasbari, sebagian penduduk meninggalkan hewan ternaknya (bebek, ayam, kambing), namun sapi ikut dibawa mengungsi. Pak Kasbari yang dalam beberapa periode menjabat Congkog (istilah sekarang Kadus) masih teringat ketika itu ada warga yang sapinya mati setelah terperosok jurang. Dia juga ingat persis ketika di malam hari kelihatan nyala peluru berseliweran ditembakkan dari utara ke selatan atau sebaliknya.

       Belanda pergi, datanglah penjajah Jepang. Jepang terkenal dengan ketegasan dan kedisiplinannya. Seperti diketahui pada zaman Jepang tiap-tiap desa dibentuk Keibodan dan Seinendan, begitu pula organisasi kaum ibu yang disebut Bujingkai. Semua organisasi diberi kegiatan baris berbaris dan Taeso (olahraga). Ini pun tidak terbatas pada organisasi-organisasi yang ada itu saja, melainkan dari seluruh lapisan rakyat ikut juga berlatih baris dan Taeso. Yang menarik, saat itu Pak Kasbari memperagakan baris-berbaris Jepang, dia memperagakannya dengan baik serta hafal ucapan aba-abanya. Di zaman Jepang, jangan tanya soal makanan dan pakaian. Karena langka dan sulitnya makanan, rakyat banyak yang makan dari bahan makanan yang seharusnya dimakan hewan, misalnya keladi gatal, umbi-umbian, sagu (dari batang pohon aren), bahkan menurut cerita ada yang memarut pohon pepaya untuk dimakan. Untuk pakaian, ada yang memakai karung goni (karung yang sekaranng sering digunakan untuk lomba balap karung). Pakaian dari bahan kain nilon ketika itu sudah sangat bagus.

       Walaupun desa terpencil, nyatanya Kumejing tak pernah lepas dari huru-hara politik, sejak Belanda, Jepang, AOI hingga PKI. Mengenai AOI (Angkatan Orang Islam) penulis banyak mendapat cerita menarik dari alm. Mbah Kyai Muhdi, Kyai yang dulunya tinggal di dukuh Kiringan (selatan sungai, sekarang tenggelam oleh air waduk), kemudian pindah ke Rejosari memimpin masjid Jami'atul Muslimin.

       Awal tahun 80-an , Proyek Pembangunan Waduk Wadaslintang dimulai. Pembayaran ganti rugi tanah yang nilainya jelas sangat murah sekitar tahun 1983. Setelah itu gelombang transmigrasi dimulai. Bagi yang tidak punya lahan atau lahannya habis terkena proyek, transmigrasi merupakan solusi yang tepat. Sementara yang masih memiliki lahan cukup, memilih menjadikan sisa lahan mereka sebagai kampung. Perpindahan kampung pun terjadi. Sebagian besar warga Trukareja Barat naik ke ladang mereka yang sekarang menjadi dukuh Rejosari, sementara Trukareja Timur banyak yang ke Bandung Mulya dan sebagian lainnya pindah ke Kiringan, Kedung Bulu atau wilayah lain. Sebaliknya, ada pula warga Kedung Bulu, Bandung Mulya, dan kiringan pindah ke Rejosari.

       Perpindahan saling-silang seperti di atas belum terlalu terasa dampaknya. Antarwarga masih bisa saling berkunjung dengan berjalan kaki. Namun ketika Bendungan Wadaslintang dinyatakan selesai (diresmikan tahun 1987) dan pintu air bendungan ditutup, air pun dengan cepat naik dan menggenangi lahan-lahan pertanian dan bekas rumah mereka. Bahkan ada seorang warga yang sawahnya tiba-tiba terendam air ketika belum sempat dipanen. Akibat naiknya air, untuk sementara komunikasi warga bagian utara dan selatan tersendat dan baru ramai kembali setelah orang-orang berani naik dayung, terlebih setelah adanya perahu. Dalam periode ini, tercatat banyak musibah menimpa warga khususnya warga tenggelam, mulai daerah pangkal hingga ujung bendungan (Gemenggeng, Sumbersari, Plunjaran, Tritis, Kaliasat, Kiringan, Trukareja, Bandung Mulya hingga Kedung Bulu). Penyebabnya antara lain: jatuh ke air saat menginjak batu, jatuh dari dayung, dayung terbalik karena ombak, dll.

Mungkin itu yang bisa saya sampaikan pada postingan pertama di blog ini. SEMOGA BERMANFAAT.
MAJU TERUS KUMEJING…..

sumber : wikipedia

Related Posts: