Waduk WADASLINTANG



       Waduk Wadaslintang adalah waduk yang terletak di dua kabupaten, yaitu Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Kebumen. Daerah genangan air Waduk Wadaslintang terletak di Kabupaten Wonosobo, sedangkan kantor dan daerah bendung terletak di Kabupaten Kebumen. Waduk ini menggunakan Kali Medono atau Kali Gede atau Kali Bedegolan sebagai sumber air utamanya, dengan beberapa anak sungai kecil lainnnya yang menyuplai air ke Waduk Wadaslintang. Sungai tersebut antara lain Sungai Lancar, Sungai Waturangkang, Sungai Somagede dan Sungai Tritis. Waduk Wadaslintang memiliki luas Daerah Tangkapan Air (DTA) seluas 196 Km. Daerah genangan Waduk Wadaslintang semula merupakan desa-desa (dengan jumlah penduduk 7000 orang) di Kecamatan Wadaslintang dan sebagian desa yang masuk Kabupaten Kebumen. Pada daerah genangan Waduk Wadaslintang juga terdapat jalan-jalan yang masih berupa jalan tanah atau jalan berbatu (onderlagh). Terdapat juga sawah-sawah serta ladang penduduk.
Pada saat sebelum Waduk Wadaslintang berisi genangan air, penduduk di ungsikan terlebih dahulu. Sebagian ada yang mengungsi di daerah yang kering masih di Kecamatan Wadaslintang dan sebagian mengungsi keluar Kecamatan Wadaslintang. Bahkan ada yang keluar pulau, salah satunya ke Propinsi Bengkulu sebagai transmigran.

       Proses pembangunan waduk ini dilakukan dalam masa pemerintahan Presiden Soeharto. Butuh waktu tujuh tahun untuk membagun waduk ini, pembangunan dimulai pada tahun 1982 dan selesai pada tahun 1988. Waduk Wadaslintang dibangun oleh kontraktor Hydro Resource Coorporation Filipina, bekerja sama dengan PT Brantas Abipraya. Mulai dikerjakan tahun 1982, dan diresmikan oleh Presiden Soeharto awal tahun 1988.
Konstruksi beton bendungan tersebut dikagumi banyak pakar dari negara asing, dan diproyeksikan mampu berusia sampai sekitar 200 tahun. Waduk Wadaslintang termasuk cukup dalam. Tinggi bendungan 125 m lebar 10 m dan panjang 650 m, berisi air maksimal 443.000.000 m^3
Waduk ini terkenal sebagai lokasi favorit untuk rekreasi memancing bagi para penggemar olahraga memancing. Biasanya pada akhir pekan dan hari libur, banyak pemancing baik dari dalam maupun luar kota yang mengunjungi waduk ini. Waduk Wadaslintang memiliki keistimewaan selain panorama alam yang indah, di antaranya merupakan bendungan tertinggi di Indonesia pada Tahun 1988 yakni mencapai 125 meter. Selain itu juga dikerjakan dengan sistem pemadatan inti basah.

       Waduk Wadaslintang secara garis besar dimanfaatkan hanya untuk memenuhi kebutuhan irigasi dan sebagai sarana pembangkit listrik tenaga air. Untuk kebutuhan air daerah irigasi meliputi Kabupaten Kebumen dan Kabupaten Purworejo yang dilayani dengan memperhitungkan pengaruh ketersediaan air pada sungai – sungai lain di hilir waduk yang meliputi Kali Luk Ulo, Kali Jaya, Kali Kedungbener, Kali Lesung, Kali Kedunggupit, Kali Meneng, Kali Rebug, Kali Jali dan diperhitungkan pula aliran lateral Daerah Tangkapan Air (DTA) di pintu – pintu pengatur dari Bendung Pejengkolan, Bendung Bedegolan, Bendung Pesucen, Bendung Kuwarasan, Bendung Kaligending, Bendung Kedungsamak, Bendung Merden, Bendung Kedunggupit Wetan dan Kulon, Bendung Kali Meneng,Bendung Pekatingan, Bendung Rebug, Bendung Loning serta Bendung Bandung.

       Waduk Wadaslintang mengairi lahan irigasi dengan pola tanam padi-palawija setiap tahun. Dari sejumlah air yang tertampung di waduk dan ketersediaan air hilir waduk, luas total potensi lahan irigasi wilayah Waduk Wadaslintang adalah ± 33.279 ha. Waduk Wadaslintang juga memiliki beberapa fungsi penting yang menopang kehidupan warga di sekitarnya. Beberapa fungsi utama Waduk Wadaslintang antara lain:
1.   Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA)
2.   Perikanan
3.   Pariwisata
4.   Menampung air

       Masuk ke Waduk Wadaslintang secara umum bisa ditempuh dari arah Kabupaten Kebumen dan dari arah Kabupaten Wonosobo. Dari arah Kebumen, Waduk Wadaslintang bisa ditempuh melalui dua cara.
pintu masuk sebelah barat
       Cara pertama adalah mencapai Waduk Wadaslintang melalui Kewedusan, Kabupaten Kebumen. Dari Kewedusan dengan sepeda motor bisa mencapai  Waduk Wadaslintang dengan waktu tempuh sekitar 25 menit. Jalan dari Kewedusan – Waduk Wadaslintang berliku-liku dan kanan kirinya jurang, Wisatawan Waduk Wadaslintang yang menempuh jalur ini perlu berhati-hati..
Apabila pengunjung Waduk Wadaslintang menginginkan jalur yang lebih landai sebaiknya mengunjungi  Waduk Wadaslintang dari arah Kebumen melalui jalur Prembun – Waduk Wadaslintang. Dengan jalur ini, maka pengunjung Waduk Wadaslintang memerlukan waktu lebih lama. Hal ini terjadi karena rute yang ditempuh adalah Kebumen – Prembun –  Waduk Wadaslintang dimana waktu tempuhnya dari Kebumen sampai Waduk Wadaslintang kira-kira satu jam.
Sedangkan pengunjung Waduk Wadaslintang dari arah Wonosobo bisa melalui Sawangan - Kaliwiro -Wadaslintang – Waduk Wadaslintang. Perjalanan yang ditempuh melewati jalan – jalan yang berkelok – kelok dengan udara sejuk dan pemandangan indah sebagai teman perjalanan. Di jalan – jalan menuju waduk dinaungi banyak pohon – pohon besar sebagai penambah keasrian wilayah ini. Tak jauh dari situ terdapat hutan pinus milik perhutani yang bisa anda kunjungi.


Desa-desa yang tergenang Waduk Wadaslintang mencapai 9 desa, salah satunya adalah Desa KUMEJING.

berikut beberapa foto Waduk Wadaslintang.









Sekian, terima kasih.. SEMOGA BERMANFAAT..

Related Posts:

Desa KUMEJING


Dermaga Desa  Kumejing

       Kumejing adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Wadaslintang, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah, Indonesia. Di sebelah utara, Desa Kumejing berbatasan dengan Desa Lancar, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Kebumen, sebelah timur berbatasan dengan Waduk Wadaslintang, dan sebelah selatan berbatasan dengan Desa Kaligowong dan Kabupaten Kebumen.

Desa Kumejing terbagi menjadi beberapa dusun. Diantaranya :
  1. Dusun Brondong
  2. Dusun Silulang
  3. Dusun Kedung Bulu
  4. Dusun Bandung Mulya
  5. Dusun Kiringan
  6. Dusun Rejosari

       Secara geografis, Desa Kumejing terletak di paling ujung barat Kecamatan Wadaslintang, berbatasan dengan Kabupaten Kebumen, itulah yang menyebabkan dialek/percakapan warga desa kumejing hampir sama dengan dialek masyarakat Kebumen (Ngapak).
Seiring dengan perkembangan zaman, Desa Kumejing saat ini tampak lebih maju. Buktinya antara lain :
  1. Listrik masuk desa.
  2. Pembangunan jalan antardesa dan antardukuh. (meskipun masih ada yang kondisinya sangat memprihatinkan)
  3. Sarana pendidikan. (sudah memiliki SMP negeri)
  4. Sarana kesehatan. (POSYANDU)
  5. Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) meningkat, ditandai dengan meningkatnya jumlah lulusan S1 dan ada pula yang bergelar Master/S2, serta pemahaman masyarakat terhadap islam semakin baik.
  6. Taraf hidup masyarakat meningkat. Misalnya, dulu mayoritas makanan pokoknya adalah thiwul (leye), sementara saat ini warga yang masih makan thiwul bisa dihitung dengan jari.
  7. Meningkatnya Kualitas sandang, papan, dan alat transportasi. Dibuktikan dengan banyaknya rumah gedung lengkap dengan parabola, mobil, dan motor.

Berikut ini daftar Kepala Desa atau Lurah yang pernah memimpin Kumejing (berdasarkan periode) :
  1. Lurah Khoironi ; konon merupakan lurah yang sangat kharismatik dan alim.
  2. Lurah Sastro ; terkenal dengan kecerdasannya dan pandai berpidato.
  3. Lurah Ratmin ; putera dari Lurah Khoironi yang tentunya mewarisi sifat-sifat ayahnya.
  4. Lurah Cholidin ; terkenal dengan keberaniannya. Tidak jarang dia membela rakyatnya ketika sedang berhadapan dengan masalah hukum.
  5. Lurah Wahyu ; pembawaanya kalem (low profile) dan terkenal dengan sifatnya yang trasparan dalam memimpin desa.
  6. Lurah Suratno ; lurah termuda yang energik dan tidak sungkan-sungkan bergaul dengan warganya di sosmed, seperti facebook.

       Menurut sesepuh desa yang disampaikan oleh Pak Kasbari dan alm. Mbah Makno (warga dusun rejosari) mengatakan, nama Kumejing konon diambil dari sebuah nama pohon yaitu pohon komejing. Namun, saat ini pohon tersebut sudah punah. Sebagian warga meyakini bahwa tonggak pohon tersebut masih ada dan kelihatan ketika air Waduk Wadaslintang surut.
Di zaman penjajahan, Desa Kumejing tidak luput dari imperialis Belanda dan Jepang, walaupun tidak separah desa tetangga, yaitu Desa Kaligowong, dimana di Desa Kaligowong banyak rumah warga yang dibakar. Di Kumejing, waktu itu mayoritas di Dusun Trukareja (sekarang bernama Rejosari), penjajah tidak sampai membakar rumah. Namun penduduk harus mengungsi ke ujung barat bagian selatan desa. Menurut Pak Kasbari, sebagian penduduk meninggalkan hewan ternaknya (bebek, ayam, kambing), namun sapi ikut dibawa mengungsi. Pak Kasbari yang dalam beberapa periode menjabat Congkog (istilah sekarang Kadus) masih teringat ketika itu ada warga yang sapinya mati setelah terperosok jurang. Dia juga ingat persis ketika di malam hari kelihatan nyala peluru berseliweran ditembakkan dari utara ke selatan atau sebaliknya.

       Belanda pergi, datanglah penjajah Jepang. Jepang terkenal dengan ketegasan dan kedisiplinannya. Seperti diketahui pada zaman Jepang tiap-tiap desa dibentuk Keibodan dan Seinendan, begitu pula organisasi kaum ibu yang disebut Bujingkai. Semua organisasi diberi kegiatan baris berbaris dan Taeso (olahraga). Ini pun tidak terbatas pada organisasi-organisasi yang ada itu saja, melainkan dari seluruh lapisan rakyat ikut juga berlatih baris dan Taeso. Yang menarik, saat itu Pak Kasbari memperagakan baris-berbaris Jepang, dia memperagakannya dengan baik serta hafal ucapan aba-abanya. Di zaman Jepang, jangan tanya soal makanan dan pakaian. Karena langka dan sulitnya makanan, rakyat banyak yang makan dari bahan makanan yang seharusnya dimakan hewan, misalnya keladi gatal, umbi-umbian, sagu (dari batang pohon aren), bahkan menurut cerita ada yang memarut pohon pepaya untuk dimakan. Untuk pakaian, ada yang memakai karung goni (karung yang sekaranng sering digunakan untuk lomba balap karung). Pakaian dari bahan kain nilon ketika itu sudah sangat bagus.

       Walaupun desa terpencil, nyatanya Kumejing tak pernah lepas dari huru-hara politik, sejak Belanda, Jepang, AOI hingga PKI. Mengenai AOI (Angkatan Orang Islam) penulis banyak mendapat cerita menarik dari alm. Mbah Kyai Muhdi, Kyai yang dulunya tinggal di dukuh Kiringan (selatan sungai, sekarang tenggelam oleh air waduk), kemudian pindah ke Rejosari memimpin masjid Jami'atul Muslimin.

       Awal tahun 80-an , Proyek Pembangunan Waduk Wadaslintang dimulai. Pembayaran ganti rugi tanah yang nilainya jelas sangat murah sekitar tahun 1983. Setelah itu gelombang transmigrasi dimulai. Bagi yang tidak punya lahan atau lahannya habis terkena proyek, transmigrasi merupakan solusi yang tepat. Sementara yang masih memiliki lahan cukup, memilih menjadikan sisa lahan mereka sebagai kampung. Perpindahan kampung pun terjadi. Sebagian besar warga Trukareja Barat naik ke ladang mereka yang sekarang menjadi dukuh Rejosari, sementara Trukareja Timur banyak yang ke Bandung Mulya dan sebagian lainnya pindah ke Kiringan, Kedung Bulu atau wilayah lain. Sebaliknya, ada pula warga Kedung Bulu, Bandung Mulya, dan kiringan pindah ke Rejosari.

       Perpindahan saling-silang seperti di atas belum terlalu terasa dampaknya. Antarwarga masih bisa saling berkunjung dengan berjalan kaki. Namun ketika Bendungan Wadaslintang dinyatakan selesai (diresmikan tahun 1987) dan pintu air bendungan ditutup, air pun dengan cepat naik dan menggenangi lahan-lahan pertanian dan bekas rumah mereka. Bahkan ada seorang warga yang sawahnya tiba-tiba terendam air ketika belum sempat dipanen. Akibat naiknya air, untuk sementara komunikasi warga bagian utara dan selatan tersendat dan baru ramai kembali setelah orang-orang berani naik dayung, terlebih setelah adanya perahu. Dalam periode ini, tercatat banyak musibah menimpa warga khususnya warga tenggelam, mulai daerah pangkal hingga ujung bendungan (Gemenggeng, Sumbersari, Plunjaran, Tritis, Kaliasat, Kiringan, Trukareja, Bandung Mulya hingga Kedung Bulu). Penyebabnya antara lain: jatuh ke air saat menginjak batu, jatuh dari dayung, dayung terbalik karena ombak, dll.

Mungkin itu yang bisa saya sampaikan pada postingan pertama di blog ini. SEMOGA BERMANFAAT.
MAJU TERUS KUMEJING…..

sumber : wikipedia

Related Posts: